SEJARAH TOUNDANOUW - TONSAWANG
Asal
usul dan latar belakang munculnya beberapa julukan untuk orang
Tonsawang (Toundanouw). Nama Toundanouw menjadi anak suku yang tinggal
di sebelah selatan Gunung Soputan dan sekitar danau Bulilin. Toundanouw
terambil dari dua kata yakni Tou yang artinya orang, dan Dano yang artinya Air. Dengan demikian Toundanouw artinya orang air. Diberi nama orang air karena anak
suku ini tinggal di sekitar danau bulilin. Bagi orang Toundanouw
sendiri lebih mengenal mereka sebagai Nanah i Toundanouw ( anak suku Toundanouw ).
Nama
Tonsawang lebih dikenal sebagai gelar yang diberikan oleh orang-orang
dari luar Toundanouw (Tonsawang). Pemberian gelar ini mempunyai latar
belakang tersendiri. Setelah sekian lama kelompok dari Tumpaan yang
datang dan menetap di sekitar Danau bulilin, suatu waktu datanglah dua
kelompok rombongan dari sebelah utara. Dua kelompok itu kemudian
diketahui sebagai kelompok yang berasal dari anak Suku Toulour. Kedua kelompok itu masing-masing berasal dari Wewelen dibawah pimpinan Tonaas Kaawoan sedangkan kelompok lainnya berasal dari Luaan dibawah pimpinan Tonaas Mamosey.
Pertemuan ini sangat mengembirakan karena diantara mereka terdapat
banyak kesamaan baik dalam segi bahasa,adat istiadat dan sebagainya,apa
lagi mereka berasal dari tanah leluhur yang sama. Baik mereka yang lebih
dahulu menetap disekitar danau bulilin maupun yang datang dari utara
hidup rukun dan damai serta berkembang menjadi anak suku Toundanouw.
Sampai saat ini dikenal anak suku Toundanouw ( Tonsawang ) terbagi atas
dua sub anak suku yakni Tou Betelen yang mendiami bagian Timur dan Tou Luaan yang mendiami bagian Barat.
Seperti
telah dikemukakan diatas bahwa disamping nama Toundanouw yang populer
dikalangan anak suku Toundanouw sendiri,ternyata masih ada nama lain
seperti TONSAWANG,TONSINGIN,dan MOISING.
Ketiga nama ini merupakan julukan (gelar) yang diberikan oleh anak suku
diluar Toundanouw kepada anak suku Toundanouw. Gelar atau julukan
tersebut berkaitan dengan peristiwa kepahlawanan (Perang) yang terjadi
di Minahasa Antara tahun 1644 -1683 sering timbul peperangan antara
bolaang mongondow dan Mindanouw. Pada tahun 1644 Amurang diduduki
tentara Spanyol dengan alasan ingin membangun persahabatan dengan
penduduk pribumi. Ternyata pasukan Spanyol ingin menguasai perdagangan(
Monopoli ) terutama terhadap komoditi beras sebagai hasil utama dari
Kali Tombatu. Demikian pula dengan kejahatan lainnya seperti perkosaan
terhadap wanita penduduk setempat. Kenyataan ini telah mengakibatkan
meledaknya pemberontakan anak suku Toundanouw yang mengakibatkan
tewasnya 40 tentara spanyol di Kali dan Batu. Dipihak tentara pribumi
telah mengakibatkan gugurnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya.
Panglima Monde gugur dalam rangka membela, mempertahankan dan melindungi
Ratu Oki dan wilayah kekuasaannya. Ratu Oki tidak lain adalah istri
panglima monde yang telah gugur itu. Gugurnya panglima monde tidak
membuat surut perlawanan tentara Toundanouw, Panglima monde digantikan
oleh Panglima Lelengboto yang juga dikenal keberaniaannya. Dalam
perlawanannya terhadap penjajah panglima lelengboto dibantu dengan
beberapa pahlawan yang gagah berani seperti Gandey, Koba, Moharow,
keberanian tentara pribumi telah mengakibatkan jatuhnya banyak korban
dipihak Spanyol. Jenis senjata Meriam yang digunakan tentara spanyol tak
mampu melumpuhkan lelengboto dan tentaranya. Dalam peperangan ini 40
orang tentara spanyol ( Tasikela ) menemui ajalnya. Sedangkan di Amurang
tercatat 100 orang tertawan dan terbunuh. Tentara spanyol yang dikalahkan itu dibawah pimpinan Bartholomeo de Soisa.
Keberanian
dan kemenangan pasukan Toundanouw inilah yang menyebabkan anak suku
Tontemboan dan Pasan-Ponosakan menamakan anak suku Toundanouw sebagai
TONSINGIN.Tonsingin artinya orang yang disegani. Sampai
saat ini orang-orang tua Pasan-Ponosakan lebih mengenal masyarakat
Tonsawang dengan Tonsingin. Selanjutnya orang bolaang mongondow menyebut
anak suku Toundanouw sebagai MOISING. Moising artinya dihormati atau disegani,
Sebelum bangsa asing menguasai dan menjajah bangsa Indonesia maka tidak
ada nama lain dari anak suku yang mendiami sekitar Danau Bulilin selain
Toundanouw.
Sejak
lama anak suku Toundanouw hidup sejahtera,aman dan tentram dibawa
Pimpinan seorang Ratu yang bernama OKI. Atas kebijaksanaan dan
kearifannya memimpin anak suku Toundanouw maka Oki disahkan sebagai
Tonaas dan Balian. selama kepemimpinan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda
tidak pernah menguasai atau menjajah anak suku Toundanouw. Bangsa asing
telah mencoba dengan jalan perang dan damai namun Ratu Oki tidak pernah
berkompromi dengan bangsa asing. nanti sesudah Ratu OKI meninggal
barulah anak suku Toundanouw dikuasai oleh bangsa asing. Salah satu
tradisi yang sangat kuat dikalangan anak Suku Toundanouw adalah
melakukan pekerjaan secara bersama sama. pekerjaan di sawah dan di
ladang sehari harinya dikerjakan secara kelompok yang terdiri atas Pria
dan Wanita. Kelompok ini biasanya bekerja disertai seruan seruan dengan
nada memberi komando dan memerintah yang berisi ajakan-ajakan dan
dorongan agar tetap giat bekerja. Ajakan dan dorongan itu sering
terungkap dalam bentuk nyanyian. Kelompok pekerja ini disebut Maando
atau yang dikenal dengan Mapalus.
Tradisi
yang kuat ingin membantu orang lain menarik perhatian Bangsa Belanda.
Dalam bahasa Toundanouw bantu membantu disebut Sawang. Pada tahun 1661,
1709-1711 dan 1809-1811 terjadi perang Tondano. Demikian pula pada tahun
1756,terjadi sengketa antara Minahasa dan Bolaang Mongondow. Terhadap
kedua peristiwa itu bangsa melihat bahwa anak suku Toundanouw secara
sukarela membantu baik dalam hal tenaga maupun materi ( terutama beras
). Atas dasar itulah Bangsa Belanda memberi nama anak suku Toundanouw
sebagai orang sawang atau Tonsawang. Gelar atau julukan Tonsawang secara
resmi dipakai dalam aktivitas pemerintahan sejak tahun 1886 ketika
pemerintah belanda melalui surat keputusannya menetapkan berdirinya
Distrik Tonsawang. Walak Toundanouw kemudian menjadi Pakasaan Tonsawang.
Jiwa dan semangat tolong menolong yang telah tertanam sejak lama
ternyata bukan hanya dalam hal mengolah sawah dan ladang. Dalam
perkembangan selanjutnya ternyata pekerjaan tolong menolong atau Maando (
Mapalus ) juga untuk membiayai perkawinan, membuat rumah, menyediakan
perabot untuk rumah baru ( Marambak ). Tentu saja bangsa belanda telah
mengamati dan menilai secara seksama untuk datang pada keputusan memberi
gelar kepada anak suku Toundanouw sebagai Tonsawang.
Sumber : http://sukutoundanouw.blogspot.com
Sumber : http://sukutoundanouw.blogspot.com